SYARIAT
Syariah secara bahasa artinya jalan menuju sumber mata air, ini
diambil dari kata syir’ah. Mata air adalah keselamatan dunia. Jadi, agama
diseluruh dunia adalah syariat.
Syariah secara
istilah artinya segala ketetapan atau ketentuan Allah untuk manusia untuk
keselamatan dunia dan akherat, yang ketentuannya berada di al-Qur’an dan Hadis.
Syari’nya adalah Allah yang sifatnya absolut, abadi dan universal.
Syariah itu mencakup
seluruh aspek hidup manusia:
1.
Akidah
2.
Amaliyyah
3.
Khuluqiyyah
Tapi kemudian dipersempit cakupannya menjadi amaliyyah saja.
Absolut syariat/maqoshidus syariat:
1.
Hifzud Diin
2.
Hifzun Nafs
3.
Hifzul Aql
4.
Hifzul Maal
5.
Hifzun Nasl
Contoh syariah:
والسارق
والسارقة فاقطعوا ايديهما الخ
FIKIH
Fikih secara bahasa artinya mengerti, mengetahui. Fikih secara
istilah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang digali dari dalil-dalil yang
terperinci. Fuqoha’ atau mujtahid adalah manusia yang memahami syariat, karena
fuqoha’ itu manusia maka pemahaman dia terhadap syariat (tafaqquh) itu sifatnya
relatif/tidak tetap, temporal/sementara dan lokalistik/kedaerahan. Hal ini
terjadi karena fuqoha’ pasti terpengaruh sosial, budaya, politik, ekonomi dan
ilmu pengetahuan.
Contoh;لانكاح الا بولي
Hal ini wajib menurut imam Syafii tapi tidak wajib menurut imam
hanafi, karena beda kultur kedua imam tersebut.
USHUL
FIKIH
Ushul fikih adalah
ilmu tentang kaidah-kaidah yang dijadikan sarana penggalian hukum-hukum
syariat, dari dalil-dalil yang global. Metode dan pendekatan dalam Ushul Fikih
ada dua:
1.
Metode Deduktif dan pendekatan Normativ-doktriner
Metode dan pendekatan ini menjadikan al-Quran dan hadis sebagai
sumber utama untuk menghukumi realitas masyarakat. Karena tidak semua peraturan
yang ada di al-Quran itu sesuai dengan yang berlaku di masyarakat, maka metode
dan pendekatan ini sering lepas dari realitas masyarakat. Dan dampaknya orang
tersebut akan anarkis.
Contoh; kebolehan poligami.
2.
Metode Induktif dan pendekatan empiris-historis
al-Qur’an dan Hadis adalah kebenaran mutlak, tetapi manusia dalam
memahaminya pasti tidak lepas dari kondisi sosial yang ada. Jadi al-Qur’an dan
Hadis harus bisa menjawab realitas masyarakat. Dalam hal ini maka al-Qur’an
dapat dipelajari dengan pendekatan psikologis, historis, sosiologis dan
antropologis. Jadi jangan gampang menyalahkan orang, barangkali dia berbeda
dengan kita dalam menggunakan pendekatan, apalagi mengkafir-kafirkan. Hal ini
hegel juga mengatakan “ semua orang dahulu dan sekarang itu benar, sesuai
dengan bidangnya/metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan”.
Contoh: keharaman poligami
SISTEM
PENGETAHUAN
1.
Bayani
Sistem pengetahuan ini, sumber pengetahuan/kebenaran adalah teks.
Dasar berfikirnya adalah ajaran atomoisme yaitu tidak ada azas kausalitas/sebab
akibat, sebab terjadi bersamaan dengan akibat, karena akibat adalah perbuatan
Allah.
Contoh: keharaman ajinomoto
2.
Burhani.
Sistem pengetahuan ini, sumber pengetahuan adalah realitas: alam,
sosial keagamaaan dan sosial kemanusiaan. Dasar berfikirnya adalah akal semata tanpa
bersandar pada teks suci. Aliran ini dianut oleh muktazilah dan filosof.
3.
Irfani.
Sistem pengetahuan ini, sumber pengetahuan adalah intuisi, kasyaf
atau ilham. Tidak mempunyai dasar berfikir, karena untuk mendapatkan sesuatu,
golongan ini melakukan pembersihan hati/kalbu, karena dengannya aka dapat
menghilangkan penghalang. Contoh; sholat istikharah.
v Ontologi hukum
syari’at.
Hukum syariat adalah titah Allah yang berhubungan dengan
perbuatan-perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau penetapan.
Ontologi hukum syariat adalah hakikat dari hukum syariat/asal mula pengetahuan
hukum syariat adalah titah Allah yang qodim, sekarang bagaimana kalau dipahami
oleh manusia yang sifatnya hadis (baru), sebelum menjawab lebih dahulu
diketahui hukum adalah sesuatu yang ditemukan manusia bukan buatan manusia.
Jadi kemungkinan hukum yang ditentukan oleh manusia terbagi menjadi 3 kelompok:
1.
Rasionalis adalah mereka cenderung obyektif. Karena mereka melihat
realita.
2.
Tradisionalis adalah mereka yang cenderung subyektif. Karena mereka
melihatnya dari wahyu.
3.
Mencoba menengahi keduanya.
→→INI ADALAH INTI DARI USHUL FIKIH..............
METODE PENEMUAN HUKUM ISLAM
Semua sistem hukum memerlukan tafsir, kenapa?
1.
Karena apa yang dirumuskan oleh pasal undang-undang itu kurang atau
tidak jelas.
2.
Semula jelas, kemudian masalah itu menjadi kompleks dari pada yang
digambarkan ketika undang-undang itu dibuat.
3.
Perkembangan yang begitu cepat sehingga banyak hal yang belum
ditentukan hukumnya.
v Metode penemuan
hukum islam itu ada 3:
1.
Interpretasi linguistik
Metode
ini menggunakan metode bayani jadi orientasinya pada teks. Metode ini mempunyai
2 aspek:
a)
Aspek teoritis, asal ushul bahasa, analogi bahasa, perubahan makna
kata.
b)
Kajian terapan/aplikasi teoritis.
2.
Metode kausasi
3.
Metode teleologis/maslahah.
v Aliran fikih
itu ada 2: mutakallimin (dalam hal ini syafi’iyyah), fuqoha’ (dalam hal ini
hanafiyyah).
v Bahasa menurut
syafi’iyyah ada yang jelas (dzohir dan nas), tidak jelas (mujmal dan
mutasyabih)
v Bahasa menurut
Hanafiyyah dzohir, nash, mufassir, muhkam, khofi, musykil, mujmal dan
mutasyabih.
v Metode yang
digunakan hanafiyyah adalah dilalah imaroh dan dilalah ad dilalah. Sedangkan
syafi’iyyah adalah mafhum.
v Lafadz dikaji
dari segi luas dan sempitnya cakupan makna adalah: ‘amm, khash, mutlaq,
muqayyad, musytarak, muradif, hakiki dan majazi.
v Lafadz dikaji
dari segi formula atau bentuk perintah hukum adalah amar, nahi dan takhyir.
ASUMSI DASAR MENGENAI BAHASA
Bahasa adalah bunyi-bunyi vokal yang digunakan oleh sekelompok
manusia untuk mengungkapkan tujuan-tujuan mereka. Pandangan kelompok terhadap
bahasa ada 2:
1.
Kelompok optimistik: bahasa itu bersifat baku/tidak melalui
perubahan arti, kecuali bahasa itu dirubah oleh Allah atau mempunyai makna
qiyasi/majazi. Jadi cara mengetahui makna maka lihat bahasanya/ pernyataannya.
2.
Skeptisisme/muktazilah: cara mengetahui makna tidak dilihat dari
bahasanya tetapi dilihat dari isi/pikirannya.
v Teori asal
ushul bahasa itu ada 2:
1.
Thabiiyyah/alamiyyah. Mereka berpendapat lafadz dan makna ada
hubungannya. ini diusung oleh minoritas yaitu muktazilah.
Contoh:
mengembek.
2.
Penetapan/wadl’iyyah. Mereka berpendapat lafadz dan makna tidak ada
hubungannya.
Contoh:
kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar