KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian. Sholawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi kita Muhammad SAW. Tak lupa
kepada keluarganya, sahabatnya, serta umatnya sampai akhir zaman.
Dalam
suatu negara pastilah ada yang namanya demokrasi. Walaupun demokrasi itu
sendiri tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak pemerintah ataupun
masyarakat yang belum melaksanakan itu seluruhnya. Yang mereka tak sadar akan
hal itu.
Oleh
karena itu kami akan mencoba membahas mengenai Demokrasi Dalam Pandangan Islam.
Walaupun sudah barang tentu tulisan ini jauh dari harapan semuanya. Meskipun
demikian, kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak
yang ikut membantu dan mendukung atas terwujudnya tulisan ini.
Akhirnya,
hanya Allah lah yang dapat memberikan balasan yang setimpal atas amal baik kita
sekalian. Semoga Allah memberikan keridhoan atas kita seklian.Amin
Yogyakarta,
4 November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
_____________________________________________________ 1
DAFTAR ISI
_____________________________________________________________ 2
BAB
I PENDAHULUAN ___________________________________________________ 3
I.1
LATAR BELAKANG ________________________________________________ 3
I.2
PERMASALAHAN __________________________________________________ 3
I.3
TUJUAN ___________________________________________________________ 3
I.4
MANFAAT _________________________________________________________ 4
BAB
II PEMBAHASAN ____________________________________________________ 5
II.1
PENGERTIAN ______________________________________________________ 5
II.1.1KONSEPSI
DEMOKRASI ___________________________________________ 5
II.1.2
DEFINISI ISLAM _________________________________________________ 6
II.2
CIRI-CIRI YANG TERDAPAT PADA KEDUANYA ______________________ 7
II.2.1
Ciri-Ciri Demokrasi _________________________________________________ 7
II.2.2
Ciri-Ciri Islam _____________________________________________________ 7
II.3
PARADIGMA ISLAM DAN DEMOKRASI
_____________________________ 8
BAB
III PENUTUP ________________________________________________________ 10
III.1 KESIMPULAN ____________________________________________________ 10
III.2 SARAN DAN KRITIK ______________________________________________ 10
DAFTAR
PUSTAKA ______________________________________________________ 11
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR
BELAKANG
Negara
kita merupakan salah satu negara yang menganut demokrasi. Hal itu muncul
semenjak negara kita merdeka dari para penjajah. Sudah banyak pergantian mengenai
hal itu. Mulai dari demokrasi parlementer pada tahun 1945-1959 sampai demokrasi
dalam orde reformasi pada tahun
1998-sekarang. Yang di dalamnya banyak sekali perbedaan pendapat antara satu
sama lain.
Perbedaan
tersebut diantaranya mengenai hubungan antara islam dan demokrasi. Banyak
sekali para tokoh yang mengeluarkan pendapatnya mengenai hal tersebut. Ada yang
mengatakan bahwa paradigma keduanya berbeda. Ada juga yang mengatakan
sebaliknya. Maka dari itu, kami mencoba
menguraikan hal tersebut melalui makalah yang sederhana ini
I.2 IDENTIFIKASI
MASALAH
Untuk lebih
mudah memahami isi dari makalah ini, maka disusunlah rumusan masalah sebagai
berikut:
a)
Apa
yang dimaksud dengan demokrasi dan islam itu?
b) Apa yang menjadi ciri dari keduanya?
c)
Bagaimana
hubungan antara keduanya?
I.3 TUJUAN
PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini tiada lain untuk berbagi ilmu dengan para
pembaca. Selain dari itu, untuk menjelaskan mulai dari pengertian sampai bagaimana hubungan yang terjadi antara
keduanya. Karena banyak sekali perdebatan mengenai masalah ini, yang sampai
saat ini masih belum terpecahkan.
I.4 MANFAAT
Setiap
suatu karya pastidaa manfaatnya. Baik untuk penulis maupun untuk para pembaca.
Adapun manfaat dari makalah ini tiada lain untuk menmbah wawasan kita mengenai
islam dan demokrasi. Walaupun yang kami sajikan tidak secara komprehensif. Tapi mudah-mudahan dapat
diterima oleh para pembaca.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN
II.1.1 KONSEPSI
DEMOKRASI
Demokrasi
asal mulanya berasal dari Bahasa Yunani, yaitu democratos. Kata tersebut merupakan gabungan dari kata demos dan cratos. Demos artinya
rakyat dan cratos artinya kekuasaan
atau kedaulatan. Maka dapat diterjemahkan bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Kedaulatan
yang dimaksud dalam kehidupan bernegara adalah untuk menunjuk kepada sistem
pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat. Dengan demikian negara yang
menganut sistem demokrasi, kekuasaan pemerintahannya ada di tangan rakyat.
Menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu
perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik. Dimana
individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.
Sydney
Hook juga berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan. Dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
Philippe
C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi suatu pemerintahan.
Dimana dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik
oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan
kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.
Dengan
demikian, makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa
rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah kehidupannya,
termasuk menilai pemerintahan. Karena kebijakan tersebut ada di tangan rakyat. [1]
II.1.2
DEFINISI ISLAM
Secara
etimologis, Islam[2]
berasal dari Bahasa Arab dari bentuk verba salima
yang berarti (1) he was / became safe, he
ascaped; (2) he was/ became fre from
evils of any kind, from trial or affliction, from the affair, free from fault,
defect, imperfection, blemish or vice[3].
Bentuk keempat verba adalah aslama
yang berarti (1) he resigned or submitted
himself; (2) he was /become resigned
or submissive[4].
Dari kata aslama itulah diturunkan
kata Islam yang berarti: the act if
resignation to god[5]. Tedapat
dua pengertian, yaitu ia menundukkan
dirinya atau ia masuk ke dalam kedamaian. Dua buah kata, tunduk dan damai, merupakan kunci dalam pengertian Islam secara etimologis
diatas.
Secara
istilah, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada seluruh umat
manusia melalui perantaraan Rosullulloh. Ajaran ini bukan sama sekali baru
tetapi merupakan kelanjutan dan penyempurnaan agama-agama yang dibawa para
rosul sebelumnya. Prof. Bernard Lewis, seorang orientalis terkenal, setiap kali
memulai pembicaraaannya tentang Islam, lebih dulu mengimbau untuk bersepakat
tentang apa yang dimaksud dengan islam. Menurut lewis paling tidak ada tiga
penjelasan mengenai pengertian Islam.
1. Islam adalah wahyu dan teladan Nabi
Muhammad SAW. Yang dikodifikasikan menjadi Al-Qur’an dan Hadist. Kedua sumber
ajaran ini tidak pernah berubah. Yang berubah adalah penafsiarannya.
2. Islam yang diceritakan dalam ilmu kalam
(terutama ilmu tauhid, aqaid dan ushuluddin), ilmu fiqh, dan tasawuf.
3. Islam historis, yaitu islam yang
diwujudkan dalam peradaban dan kebudayaan yang dikembangkan oleh para
penganutnya dalam arti luas, termasuk peradaban dan kebudayaan yang diwarisi
oleh islam walaupun bukan karya kaum muslimin.
Pengertian
Islam sebagai sikap pasrah kepada Allah SWT. Menjadikan Agama Islam, menurut Al-Qur’an,
suadah ada sebelum Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Adam diutus ke dunia, agama Islamlah
yang di bawanya.
II.2
CIRI-CIRI YANG TERDAPAT PADA KEDUANYA
II.2.1
Ciri-Ciri Demokrasi
Ciri-ciri
demokrasi yang ada sekarang ini, yaitu:
1. Kekuasaan seluruhnya dipegang oleh
rakyat. Bahwa pemerintah tidak ada kekuatan dalam hal ini. Pemeritah hanya
menjalankan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
2. Adanya pemilu yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali.
3. Warga bebas mencalonkan atau menurunkan
para dewan
II.2.2
Ciri-Ciri Islam
Islam
tidak hanya membawa akidah keagamaaan yang benar semata-mata atau ketentuan
akhlak utama yang menjadi dasar masyarakat semata-mata, tetapi membawa serta
syariat yang jelas lagi adil. Syari’at inilah yang mengatur manusia,
perilakunya dan hubungan-hubungannya satu sama lain di dalam segala aspek, baik
bersifat individu, keluarga, hubungan individa dengan masyarakat dan hubungan
negara islam dengan negara-negara lain.
Dengan
demikian Islam telah membawa ketentuan syari’at yang menjadi ketentuan otomatis
bagi kepentingan wujudnya suatu umatdan negara berdasarkan prinsip-prinsip yang
rasional dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Karenanya, Islam merupakan agama
universal mencakup semua manusiayang brbeda kebangsaannya, golonan dan warna
kulitnya, samapi datang saatnya jagad ini diwarisi oleh Allah. Oleh karena
itulah kita dapatkan kita dapatkan firman Allah kepada Rasul-Nya:
“Kami mengutusmu
(Muhammad) adalah semata-mata untuk segenap manusia, guna menjadi pemberi kabar
gembira dan ancaman.”
Dan
firman-Nya:
“Kami
mengutusmu hanyalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Allahpun
memerintahkan kepada Rasull-Nya untuk menyampaikan firman-Nya:
"Wahai
manusia, sungguh Aku adalah utusan Allah kepada kamu sekalian.”
II.3 PARADIGMA ISLAM DAN DEMOKRASI
Hubungan antara Islam dan demokrasi atau dengan kata lain, potensi
demokrasi Islam sebagai sebuah agama, budaya dan peradaban masih menjadi isu
yang sangat kontroversial. Salah satu sisi perdebatan adalah adanya pembedaan
yang seringkali dibuat menyangkut nilai-nilai disatu sisi dan teknik pada lain
sisi. Teknik-teknik dinyatakan bersifat netral dari sudut pandang agama dan
moral yang berarti pula bisa di ambil dan diadopsi dari masyarakat Barat dengan
tetap mempertahankan nilai-nilai Islam yang utuh dan tidak diselewengkan.
Kenyataan yang melahirkan sikap moderasi, suatu sikap yang dilahirkan dari
asumsi bahwa tidak semua ajaran dalam demokrasi bertentangan secara diametral
melainkan ada kesejalanan dengan Islam dalam pelaksanaan yang bersifat teknis.
Selain persoalan tersebut, yang tak kalah kontroversialnya adalah persoalan
perlunya suatu otoritas politik untuk menerapkan seperangkat hukum agama
(Islam), suatu yang sangat ditentang dalam demokrasi. Alasannya tidak boleh ada
dominasi politik tertentu dalam demokrasi, melainkan dalam demokrasi tersebut
haruslah mencerminkan kepentingan seluruh komunitas. Sesuatu yang senyatanya
mencerminkan paradoksial-paradoksial. Oleh karenanya dapat dilihat bahwa teori
dan praktek selalu tak pernah sejalan. Salah satu contohnya adalah asumsi suara
mayoritas dalam pengambilan keputusan. Kenyataan bahwa tidak semua
pandangan mayoritas dijadikan keputusan dan hampir semua pandangan mayoritas
tertolak dalam pengambilan keputusan.
Seluruh pandangan kontroversial tersebut setidaknya telah memformulasikan
profil publik ke dalam tiga medan dikotomis antara yang pro (progresif realistis), setengah menolak
setengah menerima (progresif moderat),
dan kontra (progresif radikal).
Kelompok yang pro terwakili oleh kelompok yang menganggap demokrasi adalah
sebuah idealitas dan pilihan terbaik dibandingkan sistem politik otoriter.
Kelompok kedua berasumsi didalam demokrasi terdapat prinsip-prinsip yang boleh
diambil terus dijalankan. Sedangkan kelompok yang ketiga menganggap,
sebagaimana dalam demokrasi yang berisi nilai-nilai, maka didalam Islam pun
terdapat nilai-nilai dan teknik yang antitesis terhadap demokrasi. Lebih
lanjut, lebih lanjut kebutuhan institusi politik dalam rangka penerapan
supremasi hukum menjadi kebutuhan pokok dan mendesak. Tela’ahan kedalam
akar demokrasi menjadi sedemikian urgen untuk menemukan realitas demokrasi yang
sesungguhnya serta korelasinya dengan Islam. Apakah korelasi yang positif
ataukah negatif.
Hal
ini salah satu isu yang paling populer sejak dasawarsa abad dua puluh yang baru
lalu.Diantara indikator yang paling populer jelas dari kepopuleran tersebut
adalah berlipat gandanya negara yang menganut pemerintahan demokrasi. Namun di
tengah gemuruhnya isu tersebut, dunia Islam sebagaimana dinyatakan oleh pakar
seperti Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset tidak mempunyai
prospek untuk menjadi negara demokrastis serta tidak mempunyai pengalaman
demokrasi yang cukup. Hal senada juga
dikemukakan oleh Samuel P. Huntington yang meragukan ajaran Islam sesuai
prinsip-prinsip demokrasi (Bahtiar Efendy, Kata Pengantar,2002). Karena itu
islam dipandang tidak menjadi bagian dari gemuruhnya proses demokrasi dunia.
Dalam
bahasa Abdelwahab Efendy (pemikir Sudan) “angin demokratisasi memang berhembus
ke seluruh penjuru dunia, namun tak ada satupun daun yang dihembusnya sampai ke
dunia muslim” (Mun’im A. Sirry ,2002). Dengan demikian terdapat pesimisme
berkaitan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.
Perdebatan
dan wacana tersebut memang masih menjadi perdebatan dan wacana yang menarik dan
belum tuntas. Karena itu kesimpulan diberikan oleh pakar tadi bahwa Islam tidak
sesuai dengan demokrasi hanyalah bagian dari wacana yang berkembang di kalangan
para politikislam ketika mereka mengkaji hubungan Islam dengan demokrasi.
Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oloh John L. Eposito dan James P.
Piscatory (Sukron Kamil,2002) secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok pemikiran.
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa
disubordinatkan dengan demokrasi. Islam merupakan sistem politik yang
self-sifficient. Hubungan keduanya bersifat mutually
exlusive. Islam dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Dengan
demikian demokrasi dengan Islam sangatlah berbeda masyarakat karena itu
demokrasi sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan acuan dalam hidup
bermasyarakat.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi
didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di Negara
Barat. Sedangkan Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi
didefinisikan secara substansif.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan
mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara
maju.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Setiap orang pasti mempunyai
pendapat yang menurut mereka benar. Sehingga menimbulkan perdebatan tersebut
belum selesai sampai saat ini. Banyak sekali yang menyebutkan bahwa demokrasi
dapat berkembang di dunia islam karena tiga hal, yaitu:
1.
Pemahaman doktrinal menghambat demokrasi
2.
Persoalan kultur
3.
Karena kultur teologi
Tapi, itu semua
tergantung kita mau mengambil pendapat yang mana.
III.2 SARAN DAN
KRITIK
Semua hasil karya manusia pastilah banyak kekurangannya. Begitu juga dengan
makalah ini jauh dari kesempirnaan. Maka dari itu, kami mengharap saran dan
kritik dari paa pembaca sekalian, untukb menjadikan makalah ini lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, Muhammad. 2010.
Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Kaelan dan Achmad
Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.
Musa, Yusuf. 1990.
Politik dan Negara dalam Islam. Jakarta : Al- Ikhlas
Thaba, Abdul Azis.
1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Pers.
Tim ICCE UIN
Jakarta. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak azasi Manusia dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media
[1] Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,(Jakarta: Kencana,
2003),hlm.110-111.
[2] Dalam al-qur’an terdapat dalam Qs 3:9, 3:85, 5:3, 6:125, 9:74, dan
39:22. Periksa dalam Nazwar Syamsu, Kamus Al-Qur’an (Jakarta: Ghalia Indonesia,1982)
hlm.33.
[3] Harap periksa E.W. Lane , Maddu I-Kamous, An Arabic English Lexicon,
vol. IV ( Beirut: Libraire Du Liban,1968), hlm.1412
[4] Ibid,hlm.1413
[5] Ibid

Tidak ada komentar:
Posting Komentar