Rabu, 16 Mei 2012

Demokrasi dan Islam



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada nabi kita Muhammad SAW. Tak lupa kepada keluarganya, sahabatnya, serta umatnya sampai akhir zaman.
Dalam suatu negara pastilah ada yang namanya demokrasi. Walaupun demokrasi itu sendiri tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak pemerintah ataupun masyarakat yang belum melaksanakan itu seluruhnya. Yang mereka tak sadar akan hal itu.
Oleh karena itu kami akan mencoba membahas mengenai Demokrasi Dalam Pandangan Islam. Walaupun sudah barang tentu tulisan ini jauh dari harapan semuanya. Meskipun demikian, kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang ikut membantu dan mendukung atas terwujudnya tulisan ini.
Akhirnya, hanya Allah lah yang dapat memberikan balasan yang setimpal atas amal baik kita sekalian. Semoga Allah memberikan keridhoan atas kita seklian.Amin



Yogyakarta, 4 November 2010


                                                                                                                        Penulis        





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  _____________________________________________________    1
DAFTAR ISI _____________________________________________________________   2
BAB I PENDAHULUAN ___________________________________________________   3
I.1 LATAR BELAKANG ________________________________________________   3
I.2 PERMASALAHAN __________________________________________________   3
I.3 TUJUAN ___________________________________________________________  3
I.4 MANFAAT _________________________________________________________  4
BAB II PEMBAHASAN ____________________________________________________  5
II.1 PENGERTIAN ______________________________________________________ 5
II.1.1KONSEPSI DEMOKRASI ___________________________________________  5
II.1.2 DEFINISI ISLAM _________________________________________________   6
II.2 CIRI-CIRI YANG TERDAPAT PADA KEDUANYA ______________________   7
II.2.1 Ciri-Ciri Demokrasi _________________________________________________ 7
II.2.2 Ciri-Ciri Islam _____________________________________________________  7
II.3 PARADIGMA  ISLAM DAN DEMOKRASI _____________________________   8
BAB III PENUTUP ________________________________________________________ 10
III.1 KESIMPULAN ____________________________________________________ 10
III.2 SARAN DAN KRITIK ______________________________________________ 10

DAFTAR PUSTAKA ______________________________________________________ 11


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Negara kita merupakan salah satu negara yang menganut demokrasi. Hal itu muncul semenjak negara kita merdeka dari para penjajah. Sudah banyak pergantian mengenai hal itu. Mulai dari demokrasi parlementer pada tahun 1945-1959 sampai demokrasi dalam orde reformasi  pada tahun 1998-sekarang. Yang di dalamnya banyak sekali perbedaan pendapat antara satu sama lain.
Perbedaan tersebut diantaranya mengenai hubungan antara islam dan demokrasi. Banyak sekali para tokoh yang mengeluarkan pendapatnya mengenai hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa paradigma keduanya berbeda. Ada juga yang mengatakan sebaliknya.  Maka dari itu, kami mencoba menguraikan hal tersebut melalui makalah yang sederhana ini

I.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk lebih mudah memahami isi dari makalah ini, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
a)      Apa yang dimaksud dengan demokrasi dan islam itu?
b)      Apa yang menjadi ciri dari keduanya?
c)      Bagaimana hubungan antara  keduanya?

I.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tiada lain untuk berbagi ilmu dengan para pembaca. Selain dari itu, untuk menjelaskan mulai dari pengertian sampai  bagaimana hubungan yang terjadi antara keduanya. Karena banyak sekali perdebatan mengenai masalah ini, yang sampai saat ini masih belum terpecahkan.


I.4  MANFAAT
Setiap suatu karya pastidaa manfaatnya. Baik untuk penulis maupun untuk para pembaca. Adapun manfaat dari makalah ini tiada lain untuk menmbah wawasan kita mengenai islam dan demokrasi. Walaupun yang kami sajikan tidak  secara komprehensif. Tapi mudah-mudahan dapat diterima oleh para pembaca.



















BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN
II.1.1 KONSEPSI DEMOKRASI
Demokrasi asal mulanya berasal dari Bahasa Yunani, yaitu democratos. Kata tersebut merupakan gabungan dari kata demos dan cratos. Demos artinya rakyat dan cratos artinya kekuasaan atau kedaulatan. Maka dapat diterjemahkan bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Kedaulatan yang dimaksud dalam kehidupan bernegara adalah untuk menunjuk kepada sistem pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan pemerintahannya ada di tangan rakyat.
Menurut  Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik. Dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Sydney Hook juga berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan. Dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi suatu pemerintahan. Dimana dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.
Dengan demikian, makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat  dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah kehidupannya, termasuk menilai pemerintahan. Karena kebijakan tersebut ada di tangan rakyat. [1]



II.1.2 DEFINISI ISLAM
Secara etimologis, Islam[2] berasal dari Bahasa Arab dari bentuk verba salima yang berarti (1) he was / became safe, he ascaped; (2) he was/ became fre from evils of any kind, from trial or affliction, from the affair, free from fault, defect, imperfection, blemish or vice[3]. Bentuk keempat verba adalah aslama yang berarti (1) he resigned or submitted himself; (2) he was /become resigned or submissive[4]. Dari kata aslama itulah diturunkan kata Islam yang berarti: the act if resignation to god[5]. Tedapat dua pengertian, yaitu ia menundukkan dirinya atau ia masuk ke dalam kedamaian. Dua buah kata, tunduk dan damai, merupakan kunci dalam pengertian Islam secara etimologis diatas.
Secara istilah, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada seluruh umat manusia melalui perantaraan Rosullulloh. Ajaran ini bukan sama sekali baru tetapi merupakan kelanjutan dan penyempurnaan agama-agama yang dibawa para rosul sebelumnya. Prof. Bernard Lewis, seorang orientalis terkenal, setiap kali memulai pembicaraaannya tentang Islam, lebih dulu mengimbau untuk bersepakat tentang apa yang dimaksud dengan islam. Menurut lewis paling tidak ada tiga penjelasan mengenai pengertian Islam.
1.      Islam adalah wahyu dan teladan Nabi Muhammad SAW. Yang dikodifikasikan menjadi Al-Qur’an dan Hadist. Kedua sumber ajaran ini tidak pernah berubah. Yang berubah adalah penafsiarannya.
2.      Islam yang diceritakan dalam ilmu kalam (terutama ilmu tauhid, aqaid dan ushuluddin), ilmu fiqh, dan tasawuf.
3.      Islam historis, yaitu islam yang diwujudkan dalam peradaban dan kebudayaan yang dikembangkan oleh para penganutnya dalam arti luas, termasuk peradaban dan kebudayaan yang diwarisi oleh islam walaupun bukan karya kaum muslimin.
Pengertian Islam sebagai sikap pasrah kepada Allah SWT. Menjadikan Agama Islam, menurut Al-Qur’an, suadah ada sebelum Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Adam diutus ke dunia, agama Islamlah yang di bawanya.
II.2 CIRI-CIRI YANG TERDAPAT PADA KEDUANYA
II.2.1 Ciri-Ciri Demokrasi
Ciri-ciri demokrasi yang ada sekarang ini, yaitu:
1.      Kekuasaan seluruhnya dipegang oleh rakyat. Bahwa pemerintah tidak ada kekuatan dalam hal ini. Pemeritah hanya menjalankan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
2.      Adanya pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
3.      Warga bebas mencalonkan atau menurunkan para dewan

II.2.2 Ciri-Ciri Islam
Islam tidak hanya membawa akidah keagamaaan yang benar semata-mata atau ketentuan akhlak utama yang menjadi dasar masyarakat semata-mata, tetapi membawa serta syariat yang jelas lagi adil. Syari’at inilah yang mengatur manusia, perilakunya dan hubungan-hubungannya satu sama lain di dalam segala aspek, baik bersifat individu, keluarga, hubungan individa dengan masyarakat dan hubungan negara islam dengan negara-negara lain.
Dengan demikian Islam telah membawa ketentuan syari’at yang menjadi ketentuan otomatis bagi kepentingan wujudnya suatu umatdan negara berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Karenanya, Islam merupakan agama universal mencakup semua manusiayang brbeda kebangsaannya, golonan dan warna kulitnya, samapi datang saatnya jagad ini diwarisi oleh Allah. Oleh karena itulah kita dapatkan kita dapatkan firman Allah kepada Rasul-Nya:
“Kami mengutusmu (Muhammad) adalah semata-mata untuk segenap manusia, guna menjadi pemberi kabar gembira dan ancaman.”
Dan firman-Nya:
“Kami mengutusmu hanyalah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Allahpun memerintahkan kepada Rasull-Nya untuk menyampaikan firman-Nya:
"Wahai manusia, sungguh Aku adalah utusan Allah kepada kamu sekalian.”

II.3 PARADIGMA  ISLAM DAN DEMOKRASI
Hubungan antara Islam dan demokrasi atau dengan kata lain, potensi demokrasi Islam sebagai sebuah agama, budaya dan peradaban masih menjadi isu yang sangat kontroversial. Salah satu sisi perdebatan adalah adanya pembedaan yang seringkali dibuat menyangkut nilai-nilai disatu sisi dan teknik pada lain sisi. Teknik-teknik dinyatakan bersifat netral dari sudut pandang agama dan moral yang berarti pula bisa di ambil dan diadopsi dari masyarakat Barat dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Islam yang utuh dan tidak diselewengkan. Kenyataan yang melahirkan sikap moderasi, suatu sikap yang dilahirkan dari asumsi bahwa tidak semua ajaran dalam demokrasi bertentangan secara diametral melainkan ada kesejalanan dengan Islam dalam pelaksanaan yang bersifat teknis.
Selain persoalan tersebut, yang tak kalah kontroversialnya adalah persoalan perlunya suatu otoritas politik untuk menerapkan seperangkat hukum agama (Islam), suatu yang sangat ditentang dalam demokrasi. Alasannya tidak boleh ada dominasi politik tertentu dalam demokrasi, melainkan dalam demokrasi tersebut haruslah mencerminkan kepentingan seluruh komunitas. Sesuatu yang senyatanya mencerminkan paradoksial-paradoksial. Oleh karenanya dapat dilihat bahwa teori dan praktek selalu tak pernah sejalan. Salah satu contohnya adalah asumsi suara mayoritas dalam pengambilan keputusan. Kenyataan bahwa tidak semua pandangan mayoritas dijadikan keputusan dan hampir semua pandangan mayoritas tertolak dalam pengambilan keputusan.
Seluruh pandangan kontroversial tersebut setidaknya telah memformulasikan profil publik ke dalam tiga medan dikotomis antara yang pro (progresif realistis), setengah menolak setengah menerima (progresif moderat), dan kontra (progresif radikal). Kelompok yang pro terwakili oleh kelompok yang menganggap demokrasi adalah sebuah idealitas dan pilihan terbaik dibandingkan sistem politik otoriter. Kelompok kedua berasumsi didalam demokrasi terdapat prinsip-prinsip yang boleh diambil terus dijalankan. Sedangkan kelompok yang ketiga menganggap, sebagaimana dalam demokrasi yang berisi nilai-nilai, maka didalam Islam pun terdapat nilai-nilai dan teknik yang antitesis terhadap demokrasi. Lebih lanjut, lebih lanjut kebutuhan institusi politik dalam rangka penerapan supremasi hukum menjadi kebutuhan pokok dan mendesak. Telaahan kedalam akar demokrasi menjadi sedemikian urgen untuk menemukan realitas demokrasi yang sesungguhnya serta korelasinya dengan Islam. Apakah korelasi yang positif ataukah negatif.
Hal ini salah satu isu yang paling populer sejak dasawarsa abad dua puluh yang baru lalu.Diantara indikator yang paling populer jelas dari kepopuleran tersebut adalah berlipat gandanya negara yang menganut pemerintahan demokrasi. Namun di tengah gemuruhnya isu tersebut, dunia Islam sebagaimana dinyatakan oleh pakar seperti Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset tidak mempunyai prospek untuk menjadi negara demokrastis serta tidak mempunyai pengalaman demokrasi yang  cukup. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel P. Huntington yang meragukan ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip demokrasi (Bahtiar Efendy, Kata Pengantar,2002). Karena itu islam dipandang tidak menjadi bagian dari gemuruhnya proses demokrasi dunia.
Dalam bahasa Abdelwahab Efendy (pemikir Sudan) “angin demokratisasi memang berhembus ke seluruh penjuru dunia, namun tak ada satupun daun yang dihembusnya sampai ke dunia muslim” (Mun’im A. Sirry ,2002). Dengan demikian terdapat pesimisme berkaitan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.
Perdebatan dan wacana tersebut memang masih menjadi perdebatan dan wacana yang menarik dan belum tuntas. Karena itu kesimpulan diberikan oleh pakar tadi bahwa Islam tidak sesuai dengan demokrasi hanyalah bagian dari wacana yang berkembang di kalangan para politikislam ketika mereka mengkaji hubungan Islam dengan demokrasi. Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oloh John L. Eposito dan James P. Piscatory (Sukron Kamil,2002) secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.
Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi. Islam merupakan sistem politik yang self-sifficient. Hubungan keduanya bersifat mutually exlusive. Islam dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Dengan demikian demokrasi dengan Islam sangatlah berbeda masyarakat karena itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan acuan dalam hidup bermasyarakat.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan di Negara Barat. Sedangkan Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara substansif.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju. 
BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
 Setiap orang pasti mempunyai pendapat yang menurut mereka benar. Sehingga menimbulkan perdebatan tersebut belum selesai sampai saat ini. Banyak sekali yang menyebutkan bahwa demokrasi dapat berkembang di dunia islam karena tiga hal, yaitu:
1.      Pemahaman doktrinal menghambat demokrasi
2.      Persoalan kultur
3.      Karena kultur teologi
Tapi, itu semua tergantung kita mau mengambil pendapat yang mana.

III.2 SARAN DAN KRITIK
Semua hasil karya manusia pastilah banyak kekurangannya. Begitu juga dengan makalah ini jauh dari kesempirnaan. Maka dari itu, kami mengharap saran dan kritik dari paa pembaca sekalian, untukb menjadikan makalah ini lebih baik.


















DAFTAR PUSTAKA

Erwin, Muhammad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Musa, Yusuf. 1990. Politik dan Negara dalam Islam. Jakarta : Al- Ikhlas
Thaba, Abdul Azis. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Pers.
Tim ICCE UIN Jakarta. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak azasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media










[1] Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,(Jakarta: Kencana, 2003),hlm.110-111.
[2] Dalam al-qur’an terdapat dalam Qs 3:9, 3:85, 5:3, 6:125, 9:74, dan 39:22. Periksa dalam Nazwar Syamsu, Kamus Al-Qur’an (Jakarta: Ghalia Indonesia,1982) hlm.33.
[3] Harap periksa E.W. Lane , Maddu I-Kamous, An Arabic English Lexicon, vol. IV ( Beirut: Libraire Du Liban,1968), hlm.1412
[4] Ibid,hlm.1413
[5] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar